PANDUGA.ID, KOREA SELATAN – Presiden Korea Selatan yang sedang dimakzulkan, Yoon Suk Yeol, resmi dibebaskan dari pusat tahanan pada Sabtu (8/3/2025) setelah Pengadilan Distrik Pusat Seoul membatalkan surat perintah penahanannya. Meski demikian, Yoon tetap menghadapi dakwaan pemberontakan dan menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai status kepemimpinannya. Pembebasan ini memicu reaksi beragam, mulai dari dukungan hingga kecaman keras dari oposisi.
Pembebasan Yoon Suk Yeol
Setelah dibebaskan, Yoon keluar dari pusat tahanan dengan senyum dan membungkuk dalam-dalam di hadapan para pendukungnya yang bersorak-sorai. Dalam pernyataan resmi yang dirilis oleh tim hukumnya, Yoon menyampaikan rasa terima kasihnya kepada rakyat Korea Selatan.
“Saya menundukkan kepala dengan rasa syukur kepada bangsa ini,” ujarnya, dikutip dari Reuters pada Sabtu (8/3/2025).
Yoon kemudian menuju kediaman kepresidenan, di mana ratusan pendukung telah menunggu untuk memberikan dukungan. Namun, pembebasan ini menuai kecaman keras dari pihak oposisi.
Seorang juru bicara Partai Demokrat menyebut tindakan tersebut “tidak tahu malu” dan menegaskan bahwa langkah selanjutnya haruslah pencopotan resmi Yoon dari jabatan presiden.
“Dia bertindak seperti seorang jenderal yang baru saja memenangkan pertempuran. Satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah pemecatan Yoon secepatnya,” kata juru bicara oposisi.
Latar Belakang Kasus
Yoon Suk Yeol, presiden ke-13 Korea Selatan, menjadi presiden pertama di negara tersebut yang ditangkap saat masih menjabat. Ia telah mendekam di tahanan sejak 15 Januari 2025, setelah ditangkap atas tuduhan pemberontakan.
Penangkapan ini terkait dengan keputusannya untuk memberlakukan darurat militer secara sepihak pada 3 Desember 2024.
Yoon mengklaim bahwa langkah tersebut diambil untuk mencegah “diktator legislatif” dari pihak oposisi, tetapi para kritikus menuduhnya menyalahgunakan kekuasaan demi mempertahankan jabatannya.
Parlemen Korea Selatan dengan cepat membatalkan darurat militer yang ia terapkan dan langsung melakukan pemakzulan terhadapnya.
Namun, pada Jumat (7/3/2025), Pengadilan Distrik Pusat Seoul membatalkan surat perintah penahanan Yoon dengan alasan adanya pertanyaan tentang legalitas proses penyelidikan serta waktu dakwaannya yang dianggap tidak sesuai prosedur hukum.
Reaksi terhadap Pembebasan
Keputusan pengadilan untuk membebaskan Yoon memicu reaksi keras dari jaksa penuntut, yang menyebut pembatalan itu sebagai sesuatu yang “tidak adil”. Meski demikian, Yoon tetap berstatus sebagai presiden yang ditangguhkan dan masih menghadapi persidangan pemakzulan di Mahkamah Konstitusi.
Yoo Jung-hoon, seorang pengacara dan kolumnis politik, menjelaskan bahwa pembebasan Yoon hanya berkaitan dengan aspek prosedural penahanannya dan tidak akan memengaruhi pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas pemakzulannya. “Namun, ketegangan sosial akibat pembebasan Yoon bisa mempercepat keputusan Mahkamah. Dengan meningkatnya konflik antara pendukung dan penentang, pengadilan mungkin merasa perlu bertindak lebih cepat,” ujarnya, dikutip dari AFP pada Sabtu (8/3/2025).
Nasib Yoon Suk Yeol
Nasib Yoon kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi. Jika Mahkamah memutuskan untuk memecat Yoon secara resmi, Korea Selatan harus menggelar pemilihan presiden baru dalam waktu 60 hari. Sementara itu, kasus pidana terhadap Yoon akan tetap berlanjut.
Jika Yoon resmi dicopot dari jabatannya, hal ini akan menjadi momen bersejarah dalam politik Korea Selatan dan menandai salah satu krisis demokrasi terbesar yang pernah dihadapi negara tersebut.(CC-01)