PANDUGA.ID, JAKARTA – Tayangan program Xpose Uncencored Trans7 yang menyoroti kehidupan di pondok pesantren menuai kritik dari masyarakat, khususnya kalangan santri dan kiai. Tayangan yang disiarkan pada 13 Oktober 2025 itu dinilai menampilkan narasi negatif tentang tradisi pesantren, terutama mengenai budaya laku ndodhok, pengabdian santri, dan praktik bisyaroh.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Program tersebut menyoroti aktivitas santri yang berjalan jongkok di hadapan kiai atau pengasuh pesantren, membantu urusan rumah tangga pengasuh, hingga pemberian hadiah atau bisyaroh kepada kiai. Tayangan ini memicu respons keras dari masyarakat yang menilai penyajiannya tidak mencerminkan nilai penghormatan dalam tradisi pesantren.
1. Sejarah dan Makna Laku Ndodhok di Pesantren
Mengutip laman resmi Kemendikbudristek RI, laku ndodhok atau berjalan jongkok merupakan tradisi peninggalan budaya Jawa yang sudah ada sejak masa kerajaan.
Tradisi ini biasa dilakukan di lingkungan keraton Yogyakarta, di mana abdi dalem berjalan jongkok sambil membawa hidangan untuk tamu atau raja sebagai bentuk penghormatan.
Dalam konteks pesantren, tradisi ini menjadi simbol tata krama dan ketawadhuan santri kepada kiai, yang dianggap sebagai guru sekaligus pembimbing spiritual. Meski demikian, sebagian pihak menilai tradisi ini memiliki unsur feodalisme, karena menyerupai sistem pengabdian abdi dalem kepada raja.
Sebaliknya, pembela tradisi pesantren berpendapat bahwa hal ini bukan bentuk feodalisme, melainkan penghormatan dan sopan santun khas budaya Jawa yang sejalan dengan adab murid terhadap guru.
2. Adab Menghormati Guru dalam Perspektif Islam
Menurut penjelasan Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta di laman NU Online, ajaran Islam menekankan pentingnya menghormati guru.
Dalam kitab al-Adab fid Din karya Imam al-Ghazali, disebutkan sepuluh adab murid terhadap guru, di antaranya: mendahului salam, berdiri ketika guru berdiri, tidak memotong pembicaraan, dan menjaga sopan santun di hadapan guru.
Namun, ajaran ini tidak mengatur bentuk fisik penghormatan seperti berjalan jongkok. Prinsipnya, murid diminta menjaga etika dan adab tanpa berlebihan serta menyesuaikan dengan budaya setempat.
3. Membantu Urusan Rumah Tangga Pengasuh Pesantren
Dari sisi hukum Islam, tidak ada dasar yang mewajibkan santri membantu urusan domestik rumah tangga kiai. Aktivitas seperti itu bukan bagian dari kewajiban murid terhadap guru menurut Al-Qur’an maupun hadis.
Namun, dalam praktiknya, hal tersebut dilakukan atas dasar keikhlasan dan rasa terima kasih, bukan perintah wajib. Tradisi ini diyakini berasal dari budaya abdi dalem di keraton yang terbawa dalam sistem sosial pesantren di Jawa.
Sebagian pihak menilai praktik tersebut berlebihan, sedangkan lainnya melihatnya sebagai bentuk pengabdian spiritual (ngalap berkah).
4. Hukum Islam tentang Bisyaroh (Hadiah kepada Ulama)
Mengutip Kementerian Agama (Kemenag) Pangandaran, pemberian bisyaroh atau hadiah kepada ulama diperbolehkan dalam Islam dengan beberapa syarat:
-
Diberikan secara ikhlas dan sukarela, tanpa paksaan.
-
Tidak digunakan untuk memengaruhi keputusan hukum atau fatwa.
-
Bersumber dari harta yang halal.
-
Tidak mengurangi keikhlasan ulama dalam mengajar atau berdakwah.
Bisyaroh menjadi haram apabila diberikan dalam konteks suap (risywah), sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Dalam konteks pesantren, pemberian bisyaroh dianggap sah jika dimaksudkan sebagai tanda penghormatan atau dukungan kepada kiai atas jasa dan pengabdian mereka kepada umat.(CC-01)






Discussion about this post