PANDUGA.ID, JAKARTA – Tembok pembatas rel kereta api di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur, kembali menjadi sorotan. Meski telah ditutup berkali-kali, sejumlah lubang di tembok itu terus dibobol ulang oleh oknum tak bertanggung jawab.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Tak hanya digunakan sebagai jalur penyeberangan ilegal, warga menduga lubang-lubang itu juga menjadi lokasi praktik prostitusi terselubung.
“Masih ada yang berbuat begitu, kayak prostitusi. Padahal temboknya sudah ditutup, tapi masih ada yang manjat atau bolongin tembok lagi,” ungkap Ahmad (39), pedagang di sekitar Stasiun Jatinegara, Kamis (26/6).
Ahmad bukan satu-satunya yang menyuarakan keresahan. Jaka (40), tukang ojek pangkalan di kawasan itu juga membenarkan hal serupa.
“Mereka ada aja akalnya, ada yang bolongin lagi atau manjat, tapi sekarang sudah jauh berkurang dibanding dulu,” jelasnya.
Namun bukti di lapangan menunjukkan praktik itu belum sepenuhnya hilang. Di balik tembok yang dijebol, terlihat sejumlah barang mencurigakan: bungkus kondom, botol minuman keras pecah, puntung rokok, hingga sepasang sepatu perempuan dan selendang hitam.
Di dekat JPO Halte Pasar Enjo, bungkus kondom bekas tercampur sampah ditemukan berserakan di sekitar area lubang. Kondisi ini menegaskan bahwa kawasan tersebut diduga masih digunakan untuk aktivitas melanggar hukum pada malam hari.
“Iya suka ada juga (prostitusi), tapi malam doang,” ujar Nyoto, pedagang lain yang mengaku beberapa kali melihat tawar-menawar langsung antara PSK dan pelanggan di sekitar lokasi.
Selain dugaan prostitusi, lubang-lubang itu juga dimanfaatkan warga sebagai akses lintas cepat. Seperti yang diakui Sri, warga sekitar.
“Udah lama ini jadi akses, soalnya kalau jalan kaki muterin rel kan jauh, sampai ke sono,” ujarnya.
Antara Kebutuhan Akses dan Bahaya Sosial
Persimpangan antara kebutuhan warga akan akses jalan dan bahaya sosial di balik tembok yang dibobol menyimpan tugas besar bagi aparat dan pemda. Penertiban memang dilakukan, namun tidak cukup kuat untuk mencegah pembobolan ulang dan aktivitas ilegal.
Apakah kita akan terus menambal tembok yang sama, atau mulai membangun solusi yang lebih manusiawi, aman, dan tuntas?(CC-01)