PANDUGA.ID, JAKARTA – Beredarnya draf revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menuai kritik tajam dari Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak). Pasalnya, draf tersebut disebut-sebut menghapus kewenangan Kejaksaan dalam menyidik kasus tindak pidana korupsi (tipikor), yang selama ini menjadi bagian dari tugas utama lembaga tersebut.
Kritik dari Komisi Kejaksaan
Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, SH, MH, menyatakan bahwa penghapusan kewenangan penyidikan korupsi dari Kejaksaan dapat menjadi pukulan mundur dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Jika dalam RUU KUHAP kewenangan penyidikan tipikor bukan lagi ranah Kejaksaan, ada agenda apa di balik ini? Sementara di sisi lain, Kejaksaan Agung justru sedang gencar menangani kasus-kasus besar atau ‘Big Fish’,” ujar Pujiyono kepada wartawan, Minggu (16/3/2025).
Pujiyono menegaskan bahwa meskipun kewenangan Kejaksaan dalam menangani tipikor telah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, hal tersebut perlu tetap dicantumkan secara eksplisit dalam KUHAP.
“Jika dalam KUHAP tidak disebutkan secara jelas bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan dalam menangani kasus korupsi, maka ini bisa menjadi celah hukum. Setiap tindakan jaksa bisa digugat melalui praperadilan atau eksepsi di persidangan,” paparnya.
Kekhawatiran atas Pelemahan Kejaksaan
Pujiyono menjelaskan bahwa KUHAP merupakan landasan hukum acara yang menjamin berlakunya berbagai undang-undang lain, seperti KUHP, UU Tipikor, UU Narkotika, dan UU HAM Berat. Oleh karena itu, jika dalam KUHAP tidak mencantumkan peran Kejaksaan secara tegas, implementasi penanganan kasus korupsi bisa bermasalah.
Komjak mendesak DPR RI, khususnya Komisi III, agar segera membuka draf RUU KUHAP secara resmi kepada publik. Langkah ini penting agar masyarakat dapat memberikan masukan dan mengawal revisi KUHAP agar tetap berpihak pada pemberantasan korupsi.
“Kami meminta DPR membuka draf ini secara official agar bisa didiskusikan secara luas. Jangan sampai ada kesan bahwa revisi ini justru melemahkan penegakan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi,” kata Pujiyono.
Ancaman Impunitas bagi Koruptor
Pujiyono mengingatkan bahwa jika kewenangan Kejaksaan dalam menangani tipikor dihapus, hal itu dapat dianggap sebagai bentuk impunitas bagi para koruptor.
“Apakah ini berarti koruptor akan mendapat perlindungan? Apakah ini sebuah kemenangan bagi mereka? Ini yang harus dijawab oleh DPR dan pemerintah,” tegasnya.
Sorotan Internal Kejaksaan
Pujiyono juga menyoroti kekhawatiran di internal Kejaksaan terkait draf RUU ini. Beberapa jaksa menilai bahwa revisi ini bisa dianggap sebagai amputasi kewenangan Kejaksaan dalam memberantas korupsi.
Sebagai solusi, Pujiyono berharap agar DPR RI tidak sekadar berdalih bahwa kewenangan Kejaksaan sudah diatur dalam undang-undang khusus. Ia menegaskan bahwa dalam hukum acara, kejelasan aturan dalam KUHAP sangat penting untuk memastikan kewenangan tersebut tetap kuat.
“Kami ingin memastikan bahwa anggapan publik mengenai pelemahan Kejaksaan dalam RUU KUHAP ini tidak menjadi kenyataan. Kami harap ini hanya kesalahan teknis dalam perumusan draf,” ujarnya.
Ajakan untuk Masyarakat
Terakhir, Pujiyono mengajak masyarakat untuk mengawal proses revisi RUU KUHAP agar tidak terjadi pelemahan terhadap Kejaksaan sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
“Publik harus terus mengawasi agar Kejaksaan tetap memiliki kewenangan penuh dalam pemberantasan korupsi. Jangan sampai perubahan ini justru melemahkan sistem hukum kita,” tutupnya.(CC-01)