PANDUGA.ID, JAKARTA – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, membuka peluang untuk memanfaatkan serangga sebagai bagian dari menu makanan bergizi gratis (MBG) di beberapa daerah Indonesia, seperti Gunung Kidul dan Papua. Hal ini didasari oleh kebiasaan masyarakat setempat yang sudah terbiasa mengonsumsi serangga, seperti belalang dan ulat sagu.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!“Sebagian masyarakat Gunung Kidul biasa mengonsumsi belalang, sedangkan masyarakat Papua terbiasa makan ulat sagu,” ujar Dadan kepada wartawan, Sabtu (25/1/2025).
Menurut Dadan, beberapa jenis serangga sudah layak dan umum dikonsumsi, bahkan telah dijual secara komersial, seperti snack jangkrik.
Kandungan Gizi Serangga
Dokter spesialis gizi, Johanes Chandrawinata, SpGK, mengungkapkan bahwa serangga memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Belalang, misalnya, sudah lama dikonsumsi di berbagai kebudayaan, termasuk di Eropa dan Amerika.
“Belalang dapat menjadi alternatif pangan yang tinggi protein dan lemak. Bahkan, sekitar dua miliar orang di dunia mengonsumsi serangga setiap hari,” jelasnya, Senin (27/1/2025).
Beberapa kandungan nutrisi serangga per 100 gram mentah adalah:
- Jangkrik: 460 kalori, 18,5 gram lemak, 69 gram protein.
- Belalang: 560 kalori, 38 gram lemak, 48 gram protein.
- Ulat Sagu: 9,7 gram protein, 21,5 gram lemak.
Pertimbangan dan Tantangan
Meski kaya nutrisi, penggunaan serangga sebagai menu makanan bergizi menghadapi beberapa tantangan. Dr. Johanes mengingatkan bahwa tidak semua anak menyukai rasa atau tekstur serangga. Selain itu, potensi alergi terhadap serangga juga perlu diperhatikan.
“Reaksi alergi terhadap serangga memang jarang terjadi, tetapi tetap harus diwaspadai. Anak yang alergi harus menghindari makanan penyebab,” tambahnya.
Langkah Menuju Alternatif Pangan Masa Depan
Pemanfaatan serangga sebagai sumber protein alternatif di Indonesia sejalan dengan tren global yang menjadikan serangga sebagai solusi pangan berkelanjutan. Selain bergizi, serangga juga dianggap ramah lingkungan karena membutuhkan lebih sedikit sumber daya untuk dibudidayakan dibandingkan dengan sumber protein konvensional seperti daging sapi atau ayam.
Jika langkah ini berhasil diterapkan, serangga dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah gizi di Indonesia, khususnya di daerah yang memiliki akses terbatas terhadap sumber protein konvensional.(CC-01)