PANDUGA.ID, SOLO – Keraton Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo adalah salah satu pusat kebudayaan Jawa yang memiliki perjalanan sejarah panjang dan penuh dinamika. Para raja yang bergelar Paku Buwono (PB) memainkan peran penting dalam perkembangan politik, budaya, hingga struktur sosial Jawa dari masa ke masa.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Mulai dari masa pemindahan ibu kota Mataram Islam ke Surakarta, pembagian kerajaan melalui Perjanjian Giyanti, hingga pertikaian suksesi modern di era PB XIII, setiap raja meninggalkan jejak sejarah dan warisan budaya yang masih dapat dirasakan hingga hari ini.
Berikut adalah profil singkat raja-raja Keraton Solo dari PB I hingga PB XIII:
1. Paku Buwono I (1705–1719 M)
Paku Buwono I, yang memiliki nama asli Pangeran Puger, memerintah Mataram Islam di Kartasura, bukan di Surakarta. Ia naik takhta setelah Perang Suksesi Jawa melawan Amangkurat III dengan dukungan VOC. Sebagai imbalannya, ia harus menandatangani perjanjian yang menyebabkan penyusutan wilayah Mataram.
2. Paku Buwono II (1726–1749 M)
Raja yang memindahkan pusat kerajaan dari Kartasura ke Surakarta setelah Geger Pecinan. Ia mendirikan Keraton Surakarta pada tahun 1742. Pada akhir hidupnya, PB II menandatangani perjanjian penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC.
3. Paku Buwono III (1749–1788 M)
Masa pemerintahannya ditandai lahirnya Perjanjian Giyanti (1755) yang membagi kerajaan menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. PB III juga menyerahkan wilayah kepada Raden Mas Said yang kemudian menjadi Mangkunegara I.
4. Paku Buwono IV (1788–1820 M)
Dikenal sebagai Sunan Bagus, ia memperbaiki Masjid Agung dan membangun berbagai fasilitas keraton. Pemerintahannya membawa pembaruan di bidang kebudayaan dan arsitektur.
5. Paku Buwono V (1820–1823 M)
Dikenal sebagai Sunan Sugih, karena membagi warisan keluarganya kepada saudara-saudara. Pemerintahannya berlangsung singkat selama sekitar tiga tahun.
6. Paku Buwono VI (1823–1830 M)
Sunan yang berjiwa patriotik dan mendukung Perang Diponegoro secara diam-diam. Karena sikap anti-Belanda, ia ditangkap dan diasingkan ke Ambon hingga wafat. Ia kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
7. Paku Buwono VII (1830–1858 M)
Masa pemerintahannya berlangsung stabil namun diwarnai penyerahan daerah-daerah Mancanegara kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
8. Paku Buwono VIII (1858–1861 M)
Memerintah dalam periode singkat dan relatif tanpa gejolak. Ia dikenal sebagai tokoh yang bijak dan dekat dengan rakyat.
9. Paku Buwono IX (1861–1893 M)
Raja yang membawa kemajuan pesat bagi Surakarta, terutama dalam pembangunan keraton, budaya sastra, dan pertanian.
10. Paku Buwono X (1893–1939 M)
Salah satu raja paling terkenal. PB X mendukung kebangkitan nasional, termasuk organisasi Budi Utomo dan Sarekat Islam. Ia membangun infrastruktur penting seperti Stasiun Solo Jebres dan Stadion Sriwedari.
11. Paku Buwono XI (1939–1945 M)
Masa pemerintahannya penuh gejolak akibat Perang Dunia II dan pendudukan Jepang. Keraton mengalami kesulitan ekonomi dan politik.
12. Paku Buwono XII (1945–2004 M)
Raja dengan masa pemerintahan terpanjang. Ia memimpin pada masa awal kemerdekaan dan berperan penting dalam pelestarian budaya Jawa. Setelah wafatnya, terjadi perselisihan suksesi internal.
13. Paku Buwono XIII (2004–2025 M)
Masa pemerintahannya diwarnai konflik suksesi yang akhirnya diselesaikan melalui rekonsiliasi. PB XIII wafat pada November 2025 dan dikenang sebagai raja yang berupaya menjaga martabat budaya Keraton Surakarta.
Perjalanan para Paku Buwono menunjukkan bagaimana Keraton Surakarta menjadi pusat budaya yang terus bertahan menghadapi tantangan politik, kolonialisme, hingga modernisasi. Warisan mereka bukan hanya bangunan keraton, tetapi nilai-nilai estetika, adat, tata krama, dan seni Jawa yang masih hidup hingga sekarang.(CC-01)






Discussion about this post