PANDUGA.ID, BONDOWOSO — Kejaksaan Negeri (Kejari) Bondowoso terus mengawal penyelesaian temuan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan desa tahun anggaran 2021 hingga 2023. Bersama Inspektorat Kabupaten Bondowoso, mereka berhasil mendorong pengembalian dana sebesar Rp 5,1 miliar dari kepala desa yang terlibat dalam pengelolaan anggaran bermasalah.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Total temuan dalam LHP selama periode tersebut mencapai Rp 24,2 miliar, dengan rincian temuan berupa kelebihan bayar, ketidaktaatan pajak, dan kesalahan administrasi.
Langkah Tindak Lanjut
Kepala Kejari Bondowoso, Dzakiyul Fikri, menyebut bahwa tingginya nilai pengembalian menunjukkan komitmen dan kesadaran hukum para kepala desa.
“Sangat masif dari kepala desa melakukan pengembalian,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pentingnya penggunaan aplikasi Jaga Desa sebagai instrumen pengawasan pengelolaan dana desa. Namun, jika aplikasi tidak menunjukkan progres signifikan, Kejari siap turun langsung ke lapangan.
Realisasi dan Tantangan
Dari total temuan Rp 24,2 miliar, Inspektorat telah memulihkan Rp 16,5 miliar, menyisakan Rp 7,6 miliar yang belum dikembalikan. Berkat sinergi dengan Kejari, tambahan Rp 5,1 miliar telah diselesaikan dalam dua kali pertemuan bersama para kepala desa.
Inspektur Kabupaten Bondowoso, Ahmad, menyampaikan bahwa dari 106 desa, capaian pengembalian mencapai 89,72 persen. Masih tersisa 10,28 persen atau sekitar Rp 3 miliar yang belum dituntaskan.
Hambatan Penagihan
Beberapa hambatan yang dihadapi antara lain:
-
13 kepala desa meninggal dunia (nilai temuan > Rp 1,3 miliar)
-
Ada yang telah ke luar negeri
-
Sebagian keberadaannya tidak diketahui
-
Masa jabatan kepala desa telah berakhir
Untuk kasus kades yang wafat, penagihan akan dialihkan kepada ahli waris.
Ahmad juga menegaskan bahwa seluruh temuan, tanpa terkecuali, akan tetap ditagih meskipun status kepala desa telah berubah.
Tegas terhadap Kerugian Negara
Kepala Kejari menekankan bahwa apabila tidak ada itikad pengembalian, maka kasus tersebut akan masuk dalam ranah tindak pidana korupsi dan kerugian negara.
“Kalau kepala desa tidak ada pengembalian, maka akan masuk ranah kerugian negara,” tegas Fikri.
Langkah ini menjadi bagian dari optimalisasi tata kelola keuangan desa yang bersih, transparan, dan akuntabel, serta memperkuat peran sinergis antara Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH).(CC-01)