PANDUGA.ID, SEMARANG – Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Semarang menetapkan enam orang tersangka dalam kasus kerusuhan yang terjadi pada Hari Buruh (May Day), Kamis, 1 Mei 2025. Kerusuhan pecah di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, dengan para pelaku tergabung dalam kelompok berpakaian hitam yang menyebut diri mereka sebagai Anarko.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kapolrestabes Semarang, Kombes Pol Syahduddi, menyampaikan bahwa dari 14 orang yang diamankan, enam di antaranya telah memenuhi unsur pidana berdasarkan dua alat bukti yang sah.
“Enam orang ini terdiri dari lima mahasiswa dan satu pengangguran,” ujarnya saat konferensi pers di Mapolrestabes Semarang, Sabtu (3/5/2025).
Identitas dan Peran Tersangka
Berikut nama dan peran dari keenam tersangka:
-
MAS (22) – Warga Kalimantan Barat, diduga sebagai otak aksi. Ia mengarahkan anggotanya untuk berpakaian hitam dan melakukan konsolidasi malam sebelum aksi.
-
KM (19) – Warga Jakarta Pusat, melempar pagar untuk menghalangi petugas saat aksi.
-
ADA (22) – Warga Bekasi, membantu KM mengangkat dan melempar pagar serta menyerang petugas dengan botol air.
-
ANH (19) – Warga Banyumanik, Semarang. Melakukan pelemparan batu dan menendang petugas.
-
MJR (21) – Warga Banten, melempar batu dan besi serta melukai petugas.
-
AZG (21) – Warga Banyumanik, Semarang. Melempar potongan besi dan memukul petugas.
Konsolidasi via Grup WhatsApp
Polisi menemukan adanya grup WhatsApp dengan nama “FMIPA bagian anarko”, yang digunakan untuk koordinasi. Grup tersebut beranggotakan 18 orang, dan polisi tengah menelusuri peran masing-masing.
“Kalau terbukti pidana, akan kami proses tegas dan tuntas,” tegas Syahduddi.
Rangkaian Aksi Anarkis
Kapolrestabes menjelaskan bahwa kelompok ini tidak memiliki niat menyampaikan aspirasi, melainkan langsung memulai aksi anarkis dengan membakar ban, melempar batu, serta merusak fasilitas umum seperti pagar, tanaman, spanduk, dan traffic cone.
Proses Hukum
Para tersangka dijerat dengan Pasal 214 KUHP Jo Pasal 170 KUHP, dengan ancaman hukuman hingga 7 tahun penjara.
“Kami tidak akan mentolerir tindakan kekerasan yang merusak ketertiban umum, apalagi sampai melukai petugas,” tutup Syahduddi.