PANDUGA.ID, JAKARTA – Melemahnya daya beli masyarakat pada awal tahun 2025 diprediksi akan menekan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2025 hanya mencapai 5,03 persen (year-on-year), lebih rendah dibandingkan 5,11 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Pelemahan ekonomi ini diperparah dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus terjadi. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 18.610 pekerja terkena PHK sepanjang Januari–Februari 2025. Angka ini naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Sementara itu, data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebutkan bahwa lebih dari 60.000 buruh dari 50 perusahaan telah kehilangan pekerjaan dalam dua bulan pertama tahun ini.
Indeks Konsumen dan Penjualan Eceran Turun
Gelombang PHK yang terjadi membuat konsumsi masyarakat melemah, yang tercermin dalam Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Riil (IPR).
Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menyebutkan bahwa IKK pada Januari 2025 turun 0,4 persen dibandingkan Desember 2024.
“Situasinya cukup anomali. Biasanya, IKK naik di Januari karena optimisme awal tahun. Namun kali ini justru melemah,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).
Indeks Penjualan Riil (IPR) juga menunjukkan tren serupa. Pada Desember 2024, IPR mencapai 222 poin, namun turun menjadi 211,5 di Januari 2025.
“Penjualan eceran turun karena konsumen tidak yakin dengan perekonomian 2025. Akibatnya, daya beli masyarakat makin terperosok,” tambah Huda.
Lebaran 2025 Diprediksi Tak Mampu Dongkrak Ekonomi
Momentum Ramadhan dan Idul Fitri 2025 yang biasanya meningkatkan konsumsi masyarakat diperkirakan tidak akan berdampak signifikan tahun ini. Tambahan jumlah uang beredar (M1) pada periode ini diprediksi melemah 16,5 persen dibandingkan 2024.
“Tambahan uang beredar hanya Rp 114,37 triliun, turun dari Rp 136,97 triliun pada 2024,” jelas Huda.
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa penurunan uang beredar ini akan berdampak pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
“Pada 2024, tambahan PDB akibat Ramadhan dan Idul Fitri mencapai Rp 168,55 triliun. Tahun ini hanya Rp 140,74 triliun, turun 16,5 persen,” papar Bhima.
Sementara itu, keuntungan pengusaha juga diperkirakan turun drastis.
“Keuntungan pengusaha hanya Rp 84,19 triliun, jauh di bawah pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp 100,83 triliun,” lanjutnya.
Masyarakat Mulai Menguras Tabungan
Indikator lain yang menunjukkan pelemahan daya beli adalah turunnya porsi simpanan perorangan. Saat ini, hanya 46,4 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berasal dari tabungan individu.
“Merosotnya porsi tabungan perorangan menandakan masyarakat mulai menguras simpanan mereka untuk bertahan hidup. Upah riil kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK terus berlanjut,” ujar Bhima.
Prospek Ekonomi Pasca-Lebaran
CELIOS memperingatkan bahwa setelah Lebaran, ekonomi bisa melambat lebih lanjut. Faktor pembagian THR yang biasanya mendorong pertumbuhan tidak cukup kuat untuk meningkatkan konsumsi secara signifikan.
“Bahkan setelah Lebaran, ekonomi dikhawatirkan melambat karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang besar. Belanja pemerintah juga sedang mengalami efisiensi besar-besaran, yang memengaruhi kepercayaan konsumen. Ditambah lagi, pelemahan kurs rupiah membuat masyarakat semakin berhati-hati dalam membelanjakan uangnya,” tutup Bhima.(CC-01)