PANDUGA.ID, JAKARTA – Seorang satpam Hotel Fairmont berinisial RYR telah melaporkan kericuhan yang terjadi saat rapat Panja RUU TNI pada Sabtu (15/3/2025) kemarin ke Polda Metro Jaya. Laporan polisi tersebut telah diterima dan teregister dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 15 Maret 2025.
Dugaan Tindak Pidana dalam Laporan
Kombes Ade Ary Syam, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa laporan ini terkait dugaan pelanggaran beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), antara lain:
- Pasal 172: Mengganggu ketenangan dengan cara mengeluarkan teriakan atau tanda bahaya palsu.
- Pasal 212: Melawan pejabat yang sedang bertugas.
- Pasal 217: Membuat gaduh di pengadilan.
- Pasal 335: Memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
- Pasal 503: Mengganggu ketenangan umum.
- Pasal 207: Penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
“Mengganggu ketertiban umum dan atau perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan dan atau penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia,” jelas Ade.
Kronologi Kejadian
Menurut keterangan pelapor, kejadian bermula sekitar pukul 18.00 WIB ketika sekitar tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil masuk ke dalam Hotel Fairmont. Kelompok tersebut kemudian melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI, meminta agar rapat dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup.
“Kelompok tersebut melakukan teriakan di depan pintu ruang rapat pembahasan revisi UU TNI agar rapat tersebut dihentikan karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup,” papar Ade.
Proses Penyelidikan
Polda Metro Jaya saat ini sedang menelaah laporan tersebut untuk menentukan langkah lebih lanjut, termasuk kemungkinan melakukan penyelidikan.
“Saat ini pihaknya tengah menelaah laporan tersebut untuk nantinya dilakukan penyelidikan,” kata Ade.
Konteks Rapat Panja RUU TNI
Rapat Panja RUU TNI yang digelar di Fairmont Hotel Jakarta pada 14-15 Maret 2025 membahas revisi UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Acara ini digelar secara tertutup, memicu protes dari berbagai kelompok masyarakat sipil yang menuntut transparansi dalam proses legislasi.(CC-01)