PANDUGA.ID, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak dengan modus pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite menjadi Pertamax yang terjadi pada periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa BBM yang saat ini beredar di masyarakat bukan hasil oplosan dan tidak terkait dengan kasus yang sedang diusut.
“Jadi, jangan ada pemikiran di masyarakat bahwa seolah-olah minyak yang digunakan sekarang itu adalah minyak oplosan. Nah, itu enggak tepat,” ujar Harli di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Modus Dugaan Pengoplosan BBM
Berdasarkan hasil penyelidikan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), diketahui membeli dan membayar minyak dengan kadar RON 92 (Pertamax). Namun, minyak yang diterima justru memiliki kadar lebih rendah, yaitu RON 90 (Pertalite) atau RON 88.
“Fakta hukum yang sudah selesai (peristiwanya) bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan price list-nya. Padahal yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” jelas Harli.
Saat ini, penyidik Kejagung masih mendalami apakah minyak dengan kadar RON lebih rendah tersebut langsung didistribusikan ke masyarakat atau masih melalui proses tertentu sebelum sampai ke konsumen.
“Kami kan harus mengkaji berdasarkan bantuan ahli. Misalnya, kalau yang datang RON 90, RON 90 itu kan Pertalite. Nah, apakah Pertalite ini juga sewaktu diimpor langsung didistribusi?” tambahnya.
Dugaan Skema Korupsi dalam Tata Kelola Minyak
Kejagung menduga bahwa PT Pertamina Patra Niaga membeli Pertalite dengan harga Pertamax, kemudian melakukan “blending” atau pengoplosan agar menyerupai Pertamax sebelum didistribusikan.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 (Pertalite) atau lebih rendah, kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi RON 92,” bunyi keterangan Kejagung yang dirilis pada Selasa (25/2/2025).
Kejagung menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak diperbolehkan dan menimbulkan dugaan kerugian negara yang masih dalam proses perhitungan.
Tujuh Tersangka dalam Kasus Korupsi BBM
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk empat petinggi anak usaha atau subholding PT Pertamina dan tiga broker.
Empat Pejabat Pertamina yang Jadi Tersangka:
- Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
- Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
Tiga Broker yang Jadi Tersangka:
- MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
- DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim
- GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Kejagung memastikan bahwa kasus ini akan terus dikembangkan guna mengungkap pihak lain yang terlibat dan potensi kerugian negara akibat praktik ilegal ini.(CC-01)