PANDUGA.ID, KATHMANDU — Jumlah korban tewas akibat unjuk rasa yang berubah ricuh di Nepal terus meningkat. Kepolisian Nepal pada Jumat (12/9/2025) mengumumkan setidaknya 51 orang meninggal dunia, sementara lebih dari 12.500 narapidana yang melarikan diri dari berbagai penjara saat kerusuhan masih buron.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Juru bicara Kepolisian Nepal, Binod Ghimire, mengatakan ribuan napi itu memanfaatkan situasi kacau untuk kabur dan hingga kini belum kembali.
Kerusuhan bermula dari aksi protes pemblokiran akses media sosial yang dipimpin generasi muda atau Gen Z Nepal. Meski pemerintah mencabut blokir pada Senin (8/9), aksi protes tetap berlangsung dan meluas menjadi kritik terhadap pemerintah serta tuduhan korupsi di kalangan elite politik.
Situasi memanas setelah aparat kepolisian menembakkan peluru tajam ke arah massa pada Selasa (9/9), sebagaimana disorot Amnesty International. Sejumlah demonstran tewas di lokasi, memicu kemarahan publik. Aksi balasan berupa pembakaran rumah pejabat hingga gedung parlemen pun terjadi.
Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma Oli mengumumkan pengunduran diri pada Selasa (9/9), tetapi langkah itu gagal meredam amarah warga. Pemerintah kemudian mengerahkan militer untuk mengendalikan situasi.
Sejak Rabu (10/9), jam malam diberlakukan secara nasional. Tentara berjaga di jalanan ibu kota Kathmandu, mendirikan pos pemeriksaan, dan memeriksa identitas warga. Militer meminta masyarakat tetap di rumah dan memperingatkan bahwa aksi kekerasan serta vandalisme akan dihukum.
“Jangan bepergian yang tidak perlu,” imbau militer melalui pengeras suara.
Hingga Jumat, sedikitnya 27 orang ditangkap terkait kerusuhan dan penjarahan, sementara aparat menemukan 31 senjata api. Militer juga menuding ada pihak luar yang menunggangi aksi protes, sejalan dengan kekhawatiran sejumlah demonstran bahwa gerakan mereka telah disusupi.(CC-01)





Discussion about this post