PANDUGA.ID, DEMAK — Seorang kepala desa (kades) di Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, berinisial MY (34), resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah digerebek tengah bersama seorang wanita berinisial LK (31), yang ternyata merupakan istri dari pria lain. Tidak hanya kasus perselingkuhan, Kades MY dan LK juga diduga melakukan penipuan dan pemerasan terhadap suami LK, PR (41).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Terungkap Lewat GPS di Motor Istri
Wakapolres Demak, Kompol Hendrie, menjelaskan bahwa PR mulai curiga dengan sikap istrinya yang berubah. Ia kemudian memasang GPS secara diam-diam di sepeda motor milik LK. Kecurigaan PR terbukti ketika pada 22 Juli 2025, LK pamit mengantar anak sekolah namun tak kunjung pulang. Lokasi GPS menunjukkan motor LK terparkir di depan sebuah kamar kos.
“Setelah dicek, motor istri terparkir di depan kamar kos. PR melapor ke Polres Demak, dan bersama petugas langsung melakukan penggerebekan,” jelas Kompol Hendrie, Selasa (5/8/2025).
Dalam penggerebekan yang dilakukan di sebuah kamar kos di Desa Jogoloyo, Kecamatan Wonosalam, polisi mendapati LK dan MY tengah berduaan. Keduanya bahkan mengaku baru saja selesai berhubungan badan.
Modus Penipuan dan Pemerasan: Berawal dari Nomor Palsu
Kasus ini semakin kompleks setelah terbongkar bahwa LK dan MY diduga bersekongkol melakukan penipuan dan pemerasan terhadap PR. Modus yang digunakan cukup licik: LK menghubungi PR melalui nomor berbeda, menyamar sebagai janda anak dua dan mulai menjalin komunikasi intens.
Tak lama, aksi berlanjut ke tahap pemerasan. Mereka melakukan video call dengan menyembunyikan wajah LK lalu merekamnya. Mereka mengancam akan menyebar rekaman itu ke istri PR jika tak menyerahkan uang Rp 5 juta.
“PR menyadari ada kejanggalan dan menolak memberikan uang, namun ancaman terus berlanjut hingga ia merasa tertekan,” ujar Hendrie.
Terancam 6 Tahun Penjara
Atas kasus ini, MY dan LK dijerat dua pasal berbeda. Pertama, keduanya dijerat dengan Pasal 284 ayat (1) KUHP tentang perzinahan, yang mengancam hukuman penjara hingga 9 bulan.
Kemudian, mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), karena telah melakukan penipuan dan pemerasan secara digital.
“Mereka melanggar Pasal 45A ayat 1 jo Pasal 28 ayat 1 dan/atau Pasal 45B jo Pasal 29 UU ITE serta Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara,” tegas Hendrie.
Pihak kepolisian memastikan kasus ini akan diproses sesuai hukum yang berlaku, mengingat melibatkan tokoh publik dan tindakan yang merugikan pihak lain secara psikologis maupun material.(CC-01)