PANDUGA.ID, JAWA TENGAH – Nama Sekretaris Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kota Semarang, Ade Bhakti Ariawan, muncul dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri.
Dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Ade disebut sebagai salah satu pejabat yang memberikan gratifikasi dalam proyek pembangunan di tingkat kelurahan dan kecamatan.
Menanggapi hal tersebut, Ade Bhakti menyatakan akan memberikan klarifikasi dalam persidangan. Namun, ia enggan memberikan tanggapan lebih lanjut terkait keterlibatannya yang disebut dalam dakwaan.
“Tunggu mawon (saja) keterangan saya dan 15 camat lain di persidangan,” ujar mantan Camat Gajahmungkur itu singkat.
Nama-nama lain yang turut disebut dalam dakwaan antara lain Eko Yuniarto, Camat Pedurungan yang saat itu menjabat sebagai Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang. Eko juga disebut akan memberikan keterangan bersama Ade dan 14 camat lainnya.
Menurut dakwaan, Alwin Basri sempat meminta uang dari proyek senilai Rp16 miliar yang dibiayai oleh Pemkot Semarang untuk pembangunan di 16 kecamatan melalui mekanisme penunjukan langsung.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, menyebut bahwa total gratifikasi yang diterima oleh Mbak Ita dan Alwin mencapai Rp2,24 miliar, di mana Rp2 miliar diterima langsung oleh keduanya, dan Rp245 juta diterima oleh Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang.
“Jumlah keseluruhan Rp2,24 miliar berasal dari Suwarno, Gatot Sunarto, Ade Bhakti, Hening Kirono, Siswoyo, Sapta Marnugroho, Eny Setyawati, Zulfigar, Ari Hidayat, dan Damsrin,” jelas JPU Rio.
Selain gratifikasi tersebut, pasangan Mbak Ita dan Alwin juga didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa senilai Rp3,75 miliar dan memotong pembayaran kepada ASN hingga Rp3 miliar.
Dengan demikian, total suap dan gratifikasi yang diterima keduanya mencapai kurang lebih Rp9 miliar.
Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Alwin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, Pasal 12 huruf f, serta Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.(CC-01)