PANDUGA.ID, SEMARANG – Fenomena ini memang mencerminkan krisis moral dan hilangnya rasa malu dalam sebagian masyarakat kita. Gas 3 kg bersubsidi sejatinya diperuntukkan khusus bagi masyarakat kurang mampu, tetapi realitanya masyarakat yang lebih mampu ikut menikmati subsidi ini—bahkan tanpa rasa bersalah.
Ketika terjadi kelangkaan, mereka yang seharusnya tidak berhak justru ikut berteriak paling keras, padahal penyebab kelangkaan salah satunya adalah penyalahgunaan subsidi oleh kelompok yang lebih mampu.
Mengapa Ini Terjadi?
- Minimnya Pengawasan & Penegakan Regulasi
Subsidi gas melon sejatinya sudah memiliki regulasi ketat, tetapi implementasinya masih lemah. Mekanisme distribusi yang longgar membuat gas bersubsidi bebas digunakan siapa saja, termasuk kalangan yang sebenarnya tidak berhak. - Mentalitas Oportunis: “Kalau Bisa Dapat Murah, Kenapa Harus Mahal?”
Banyak orang berpikir pragmatis: selama bisa membeli yang lebih murah, kenapa harus beli yang lebih mahal? Sayangnya, pola pikir seperti ini justru menghancurkan esensi dari subsidi, yakni membantu mereka yang benar-benar membutuhkan. - Kurangnya Kesadaran Sosial & Rasa Malu
Rasa malu adalah bagian dari moralitas sosial yang mulai luntur. Dulu, mengambil hak orang miskin dianggap memalukan, tetapi sekarang justru dianggap sebagai “kesempatan yang bisa dimanfaatkan.” - Agama & Nurani Tidak Berfungsi Sebagaimana Mestinya
Banyak yang rajin beribadah, tetapi abai terhadap keadilan sosial. Agama seharusnya mengajarkan empati dan kesadaran moral, tetapi dalam kasus ini, banyak yang menutup mata terhadap prinsip keadilan dan kejujuran.
Solusi yang Bisa Dilakukan
- Penerapan Sistem Distribusi yang Lebih Ketat
Pemerintah harus menerapkan pembatasan tegas, misalnya dengan sistem pencatatan NIK dalam setiap pembelian gas bersubsidi. - Sanksi bagi Pelanggar
Jika terbukti kalangan mampu ikut menikmati subsidi yang bukan haknya, harus ada konsekuensi, misalnya denda atau pembatasan akses terhadap fasilitas bersubsidi lainnya. - Edukasi Kesadaran Sosial
Masyarakat perlu terus diberi pemahaman bahwa mengambil hak orang miskin bukan hanya ilegal, tetapi juga tindakan tidak bermoral. - Dorongan dari Tokoh Agama & Publik
Tokoh agama dan publik figur harus lebih aktif menyuarakan kesadaran moral dalam konsumsi subsidi. Jika masyarakat mampu mempunyai kesadaran diri, masalah ini tidak akan berlarut-larut.
Ketika masyarakat yang lebih mampu ikut berebut gas bersubsidi, ini bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga cerminan hilangnya rasa malu dan empati sosial. Jika hal ini dibiarkan, subsidi yang seharusnya membantu rakyat kecil justru akan dikuasai oleh mereka yang tidak membutuhkan, sementara yang benar-benar miskin makin sulit mendapatkan haknya.
Mungkin sudah saatnya kita bertanya: masihkah kita punya rasa malu? Atau, kita telah kehilangan hati nurani? (Agung Wisnu)