PANDUGA.ID, SEMARANG — Sidang perdana kasus meninggalnya dr Aulia Risma Lestari akibat dugaan bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) digelar di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (26/5/2025). Sidang ini mengungkap sistem senioritas ekstrem bernama ‘pasal anestesi’ yang dijadikan dasar relasi kuasa penuh tekanan antara senior dan junior.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Shandy Handika menghadirkan terdakwa dr Taufik Eko Nugroho, mantan Kaprodi PPDS Anestesi Undip, serta Zara Yupita Azra, senior yang disebut sebagai pelaku utama intimidasi terhadap almarhum dr Aulia.
‘Pasal Anestesi’: Senior Selalu Benar, Junior Dilarang Bicara
Menurut jaksa, Zara yang merupakan angkatan 76 PPDS Anestesi Undip, mendoktrin juniornya dari angkatan 77 dengan sistem yang disebut ‘pasal anestesi’ dan tata krama anestesi. Aturan tak tertulis ini mewajibkan junior untuk tunduk tanpa syarat kepada senior.
“Senior selalu benar, jika senior salah kembali ke pasal satu. Hanya ada jawaban ‘ya’ dan ‘siap’,” ungkap JPU Shandy saat membacakan dakwaan.
Junior bahkan dilarang bicara dengan senior dua tingkat ke atas, dan hanya boleh menjawab jika ditanya terlebih dahulu. Tata krama ini dianggap menciptakan tekanan psikologis yang berat terhadap para peserta didik.
Makan Prolong, Joki Tugas, dan Pemerasan Rp 766 Juta
Zara juga mewajibkan junior mengoper tugas untuk keperluan senior, termasuk menyediakan makan prolong—yaitu makanan untuk senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang masih bertugas di RSUP dr Kariadi pada malam hari.
Selama 6 bulan, almarhum dr Aulia dan teman-temannya mentransfer dana secara rutin:
-
Rekening Aulia: Rp 494.171.000
-
Rekening Bayu Ardibowo: Rp 272.500.000
-
Total: Rp 766 juta
Tak hanya itu, mereka juga membayar pihak ketiga atau joki untuk mengerjakan tugas ilmiah para senior dengan total biaya mencapai Rp 98 juta.
Hukuman Psikis dan Ancaman dari Senior
Jaksa menyebut Zara dan angkatan 76 menjatuhkan hukuman fisik dan mental kepada angkatan 77. Salah satunya dengan menyuruh berdiri selama satu jam, difoto, dan dilaporkan ke grup senior. Evaluasi dilakukan dini hari, antara pukul 02.00–03.00 WIB.
Zara juga dilaporkan mengirim pesan bernada intimidatif kepada Aulia. Ia bahkan mengancam akan mempersulit hidup Aulia jika dirinya atau senior lainnya sampai mendapat sanksi karena kesalahan junior.
“Kalau saya sampai dihukum tambah jaga satu bulan penuh, maka tidak hanya Aulia, seluruh angkatan 77 akan dihukum,” ujar jaksa membacakan pesan Zara.
Dampak Psikologis: Rasa Tak Berdaya hingga Depresi
Tekanan terus-menerus membuat dr Aulia mengalami gangguan psikis berat yang berujung pada bunuh diri. Jaksa menyebut adanya indikasi hilangnya kepercayaan diri, ketakutan yang mendalam, frustrasi, dan perasaan tidak berdaya sebagai penyebab utama.
“Gangguan suasana hati yang dialami almarhum menjadi pemicu tindakan mengakhiri hidupnya sendiri,” jelas Shandy.
Tuntutan Hukum terhadap Zara Yupita
Atas perbuatannya, Zara Yupita didakwa:
-
Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan
-
Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan
Kasus ini membuka mata publik tentang kekerasan sistemik dalam pendidikan dokter spesialis yang semestinya mencetak tenaga profesional, bukan menyuburkan budaya senioritas yang destruktif.(CC-01)